Makalah Pembaharuan Hukum

BAB 1
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Hukum di indonesia saat ini sangat memperihatinkan, bagaimana tidak, persoalan rasa keadilan masyarakat diabaikan dalam penegakan hukum di Indonesia. Penegakan hukum sudah sejak lama menjadi persoalan serius bagi masyarakat Indonesia, hal ini menimbulkan dampak-dampak serius dalam sistem hukum Indonesia yang masih banyak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh para penegak hukum.
Dalam konteks pembuatan aturan hukum hubungannya dengan lembaga-lembaga hukum baik di tingkat pusat maupun daerah, sebagian besar kinerjanya masih belum profesional dan belum mengarah pada pelaksanaan hukum yang sesungguhnya.
Oleh karena itu perlu adanya pembaharuan terhadap hukum, baik pembaharuan dari sisi pelaksanaan hukum, lembaga-lembaga hukum maupun aturan hukum itu sendiri. Sehingga negara ini mampu mencapai kesejahteraan, kualitas keamanan yang baik, adanya keadilan yang tidak memihak, serta menjadi negara yang damai dan makmur.
B.                 Rumusan Masalah
1.                   Bagaimana keadaan Hukum Indonesia saat ini?
2.                   Upaya pembaharuan terhadap hukum di Indonesia?
3.                   Bagaimana pembaharuan hukum dalam politik hukum nasional?
4.                   Bagaimana perkembangan hukum di Indonesia?
C.                Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini untuk mengetahui :
1.      Keadaan Hukum Indonesia saat ini.
2.      Upaya pembaharuan terhadap hukum di Indonesia.
3.      Pembaharuan hukum dalam politik hukum nasional.
4.      Perkembangan hukum di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

  1. Hukum di Indonesia saat ini
Hukum yang digunakan di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum-hukum yang ada di Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Hukum perdata dan pidana berbasis pada hukum Eropa konntinental, khususnya dari belanda karena wilayah Indonesia dulunya adalah wilayah jajahan Belanda. Masa-masa tersebut memberikan pengaruh terhadap hukum di Indonesia hingga kini. Kemudian hukum Agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Yang terakhir adalah hukum Adat yang diserap oleh perundang-undangan atau yurisprudensi yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wiliyah Nusantara.  

Berbicara mengenai hukum di Indonesia saat ini, maka hal pertama yang tergambar ialah ketidakadilan. Sungguh ironis ketika mendengar seorang yang mencuri buah dari kebun tetangganya karena lapar harus dihukum kurungan penjara, sedangkan para pihak yang jelas-jelas bersalah seperti koruptor yang merajalela di negara ini justru dengan bebas berlalu lalang di pemerintahan, bahkan menempati posisi yang berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan negara kita ini. jika pun ada yang tertangkap, mereka justru mendapatkan fasilitas yang tidak seharusnya mereka peroleh.
Kasus yang lain seperti seorang maling ayam yang harus dijatuhi hukuman kurungan penjara dalam hitungan tahun. Ini sangat berbeda dengan para pejabat pemerintah atau mereka yang mempunyai banyak uang yang memang secara hukum terbukti bersalah namun dengan mudahnya membeli keadilan dan mempermainkan hukum sesuka mereka. Keduanya dalam kondisi yang sama namun dapat kita lihat bagaimanakah hukum itu berjalan dan dimanakah hukum itu berlaku.
Contoh diatas adalah sebagian kecil dari hal-hal yang terjadi disekitar kita. Namun dari hal tersebut yang akhirnya membuat orang-orang di negara ini akan mengagmbarakan bahawa hukum negara kita tidak adil. Di masyarakat pun sudah tidak asing lagi dengan pernyataan bahwa “hukum Indonesia runcing kebawah tapi tumpul keatas.
Pernyataan tersebut timbul bukan semata-mata karena ketidakadilan dalam satu perkara. Beberapa kasus diatas adalah bukti dan penjelasannya. Bagi mereka yang mempunyai kuasa dan harta, hukum telihat begitu mudah untuk diatur.
            Mengingat hal ini, setiap kita akan bertanya “apa penyebabnya ?”.
Begitu banyak penyebab sistem hukum di Indonesia bermasalah mulai dari sistem peradilannya, perangkat hukumnya, dan masih banyak lagi. Diantara hal-hal diatas, hal yang terutama sebenranya adalah ketidak konsistenan penegakan hukum. Seperti contoh kasus diatas. Hal tersebut sangat mengggamabarakan sangat kurangnya konsistensi penegakan hukum di negara ini, dimana hukum seolah-olah bahkan dapat dikatakan dengan pasti dapat dibeli.

Berikut faktor-faktor penyebab penyelewang penegakan hukum di Indonesia :

a)                   Tingkat kekayaan seseorang
Tingakatan kekayaan seseorang itu mempengaruhi berapa lama hukum yang ia terima

b)                  Tingkat jabatan seseorang
Orang yang memiliki jabatan tinggi apabila mempunyai masalah selalu penyelesaian masalahnya dilakukan dengan segera agar dapat mencegah tindakan hukum yang mungkin bisa dilakukan. Tetapi berbeda dengan pegawai rendahan. Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur janji untuk menyelesaikan kasus tersebut.

c)                   Nepotisme
Mereka yang melakukan kejahatan namun memiliki kekuasaan atau peranan penting di negara ini dapat dengan mudahnya keluar dari vonis hukum. Ini sangat berbeda dengan warga masyarakat biasa yang akan langsung divonis sesuai hukum yang berlakuk dan sulit unutk membela diri atau bahkan mungkin akan dipersulit penyelesaian proses hukumnya.

d)                  Penyelesaian Konflik dengan kekerasan
Penyelesaian ini lebih dititik beratkan dari suatu kelompok terhadap bagaimana kelompok tersebut menyelesaikannya. Kebanyakan masyarakat lebih memilih menyelesaikan dengan cara mereka sendiri seperti kekerasan.

2.      Pembaruan Hukum Dalam Pandangan Ahli Hukum

Hampir tidak ada ahli hukum yang tidak menyepakati bahwa hukum (selalu) memerlukan pembaruan. Hal ini terjadi karena masyarakat selalu berubah, tidak statis. Menurut Satjipto Rahardjo (2000 : 190) perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dapat digolongkan kedalam dua kategori :
1. Perubahan yang lambat, sedikit demi sedikit ;
2. Perubahan dalam skala besar, perubahan revolusioner.

Terhadap perubahan yang lambat adaptasi antara hukum dan masyarakat cukup dilakukan dengan melakukan perubahan kecil-kecilan pada tatanan peraturan yang ada, baik dengan cara mengubah maupun menambahnya. Metoda penafsiran hukum dan konstruksi hukum juga termasuk pada perlengkapan untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang tidak berskala besar. Lain lagi persoalannya bila perubahan itu bersifat atau berskala besar. Pembaruan dengan cara kecil-kecilan seperti di atas tidak mungkin lagi cukup untuk mengatasinya. Hukum hanya menjadi bagian dari proses politik yang mungkin juga progresif dan reformatif.
Pembaruan hukum di sini kemudian hanya berarti sebagai pembaruan undang-undang. Sebagai proses politik. Dalam hal ini hukum adalah produk aktivitas politik rakyat yang berdaulat, yang digerakkan oleh kepentingan rakyat yang berdaulat yang mungkin saja diilhami oleh kebutuhan ekonomi, norma sosial, atau nilai-nilai ideal kultur rakyat itu sendiri.
Abdul Manan (2005 : 7) menerangkan ada dua pandangan dominan berkaitan dengan perubahan (tentu dalam arti pembaruan) hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat dalam suatu negara, yaitu pandangan tradisional dan pandangan modern. Dalam pandangan tradisional, masyarakat harus berubah dahulu baru hukum datang mengaturnya. Sebaliknya dalam pandangan modern, agar hukum dapat menampung segala perkembangan baru, hukum harus selalu berada bersamaan dengan peristiwa yang terjadi. Abdul Manan juga menjelaskan bahwa dalam bidang hukum yang netral perubahan harus ditujukan untuk melahirkan suatu kepastian hukum, sebaliknya dalam bidang kehidupan pribadi hukum harus berfungsi sebagai sarana sosial kontrol dalam kehidupan masyarakat.

3.      Pembaruan Hukum Dalam Politik Hukum Nasional
Menurut UU Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, yang oleh undang-undang tersebut diringkas RPJP Nasional 2005-2025. Menurut RPJP Nasional 2005-2025 pembangunan hukum dilaksanakan melalui : “Pembaruan materi hukum dengan tetap memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum, penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia, kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, ketertiban dan kesejahteraan dalam rangka penyelenggaraan negara yang makin tertib, teratur, lancar, serta berdaya saing global”
Pada bagian lain pernyataan seperti ini muncul lagi dengan perubahan sedikit kata (ditandai dengan cetak tebal) seperti dibawah ini : “Pembangunan hukum dilaksanakan melalui pembaruan hukum dengan tetap memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum, penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia, kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, ketertiban dan kesejahteraan dalam rangka penyelenggaraan negara yang makin tertib dan teratur, sehingga penyelenggaraan pembangunan nasional akan makin lancar”. Pada bagian lain ada pula pernyataan yang berbunyi : “Pembangunan materi hukum diarahkan untuk melanjutkan pembaruan produk hukum untuk menggantikan peraturan perundang-undangan warisan kolonial yang mencerminkan nilai-nilai sosial dan kepentingan masyarakat Indonesia …..”                                                                                                          
Kutipan-kutipan di atas ini menggambarkan RPJP Nasional 2005-2025 menghendaki adanya pembaruan hukum, terutama dalam bentuk pembaruan materi hukum, yang maksudnya tidak lain ialah pembaruan peraturan perundang-undangan. Hal ini dibuktikan dengan sering munculnya undang-undang baru yang merevisi undang-undang sebelumnya.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 hakim diberi kewenangan mutlak untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam praktek, pembaruan hukum berdasarkan PHN juga terlihat dari beberapa peraturan perundang-undangan yang direvisi, antara lain undang-undang tentang kekuasaan kehakiman dan beberapa undang-undang tentang peradilan di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara.

  1. Perkembangan hukum di Indonesia
Perkembangan hukum di Indonesia saat ini cukup terasa, seiring  pertumbuhan penduduk dan perkembangan sosial kemasyarakatan. Berbagai macam penyakit masyarakat yang menuntut dan mengharuskan hukum bergerak maju sebagai pengendali social untuk menjadi garda terdepan dalam menciptakan masyarakat yang tertib, maju dan sejahtera.  Perkembangan hukum itu sendiri ditandai dengan perkembangan komponen hukum itu sendiri, dari segi Perangkat Hukum, yakni lahirnya berbagai macam produk hukum baru dan bersifat khusus (lex spesialis), misalnya : Undang-undang no 31 tahun 1999 sebagai mana telah di ubah menjadi Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemeberantasan Tindak Pidana korupsi. Dari segi Kelembagaan Hukum yakni lahirnya Lembaga penegakkan Hukum yang Independen dan punya kewenangan khusus misalnya Komisi Pemberantasan korupsi, serta Aparatur Hukum dan Budaya Hukum.
Perkembangan hukum di Indonesia menimbulkan berbagai reaksi dari sudut pandang yang berbeda-beda. Reaksi ini tidak terlepas dari berbagai faktor baik dari dalam lembaga penegak hukum itu sendiri maupun pengaruh dari luar. Ketidak profesionalisme para aparat penegak hukum itu sendiri yang menciderai wibawa hukum di Indonesia, baik sifat Arogansi sampai keterlibatan penegak hukum dalam kasus hukum yang sedang di tanganinya. Perilaku aparat penegak hukum yang demikian seyogianya wajib dilenyapkan dari NKRI yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Jika dalam dunia perdagangan pembeli adalah Tuan, motto inilah yang seharusnya di terapkan oleh aparat penegak hukum, “Masyarakat adalah Tuan”. Bukankah karena keberadaan masyarakat, ia baru ada? Bukankah tugasnya untuk kepentingan masyarakat?
Saat ini Hukum di Indonesia juga di pengaruhi oleh kekuatan politik, perang kepentingan politik berimbas kepada penegakkan hukum yang tidak berpihak kepada kepentingan umum atau masyarakat luas, keprihatinan masyarakat atas kasu-kasus yang terjadi baik yang sedang di proses oleh aparat penegak hukum maupun yang telah selesai di proses dan mendapat kekuatan hukum tetap berdampak kepada kurangnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum, yang berakibat kepada tindakan Main hakim sendiri (Eigen Rechting) atas apa yang menurutnya mengganggu kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.
Hal lain yang mempengaruhi citra dan pandangan masyarakat terhadap penegakkan hukum adalah pemberitaan oleh media yang tidak berimbang kepada publik. Media sebagai pilar demokrasi yang mempunyai tugas memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi dan pengetahuan haruslah patuh kepada nilai dan azas hukum. Dalam realita sehari-hari Media terkesan menciptakan satu peradilan publik yang membentuk satu opini publik yang bebas memvonis orang salah atau benar tanpa melalui prosedur yang di atur dalam perundang-undangan, hal ini bertentangan dengan azas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Azas ini di tujukan ke arah tegaknya hukum, keadilan, perlindungan harkat dan martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum.
Cita-cita hukum dalam menciptakan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum masih sebatas teori dan mimpi saja, aturan hukum dan penerapan hukum sudah tidak sesuai lagi. Tidaklah seluruhnya salah jika ada kalimat : “Manisnya dosa, pahitnya perjuangan” demi Keadilan di Tanah Airku.

BAB III
PENUTUP
  1. Simpulan
Konsekuensi dari hukum yang terus mengalami pengubahan, perubahan, pembaharuan, dan reformasi hukum (legal reform). Tersebutlah teori hukum progresif di kemudian hari, yang hendak mengokohkan keitimewaan “hukum” agar sedianya tetap bertahan dalam masa yang panjang.  Menurut Nonet and Zelznik, mengemukakan tiga perkembangan tatanan hukum dalam masyarakat yang sudah terorganisir secara politik dalam bentuk negara. Ketiga tipe tatanan hukum itu adalah tatanan hukum represif, tatanan hukum otonomius, dan tatanan hukum responsif.
Dalam tipe tatanan hukum hukum represif, hukum dipandang sebagai abdi kekuasaan represif dan perintah dari yang berdaulat (pengemban kekuasaan politk) yang memiliki kewenangan diskresioner tanpa batas. Dalam tipe ini maka hukum dan negara serta politik tidak terpisah, sehingga aspek instrumental dari hukum sangat mengemuka (dominan lebih menonjol ke permukaan) ketimbang aspek ekspresifnya.
  1. Saran
Pembaharuan hukum agar dapat menciptakan hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, sebagai hukum integratif. Maka tidak bisa menafikan hukum hanya bergerak dalam pendulum norma positivistik saja. Demikianpula sebaliknya peranan realisme hukum, yang memberi kritik atas kentalnya formalisme dan objektivisme hukum juga tidak dapat berdiri sendiri.  Sebab jika pendekatan ilmu hukum normatif saja, maka hukum tersebut akan demikian menjadi kaku, sedangkan pendekatan empirik terhadap hukum sejatinya akan membiarkan “hukum” bergerak di ruang bebas tanpa ada kekuatannya sebagai hukum yang dapat menjadi landasan (kepastian hukum). Di sinilah pentingnya keterpaduan, saling berkelindan pendekatan tersebut, sebagaimana yang dianjurkan oleh Sidharta bahwa antara penstudi hukum eksternal dengan penstudi hukum internal harus berkombinasi dalam menemukan hukum yang bisa tergolong progresif, pembangunan hukum, dan hukum integratif. 

 Daftar Pustaka

Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005.
Eugen Ehrlijk, Fundamental Principles of The Sociology of Law, Russel & Russel Inc. New York, 1962.
Satjipto Rahardjo, Membangun dan Merombak Hukum Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009,


0 Response to "Makalah Pembaharuan Hukum"

Post a Comment

wdcfawqafwef