A. PENDAHULUAN
Sebagai salah satu unsur esensial
pembentuk negara, tanah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan
bangsa pendukung negara yang bersangkutan, lebih-lebih yang corak agrarisnya
berdominasi.Masyarakat adat, awal mulanya hidup nomaden (berpindah-pindah).
Sehingga mengakibatkan semua tanah yang digarap menjadi milik bersama dan
menggarapnya pun dengan caara gotong royong (komunal) pula. Sampai mereka hidup
menetap, sifat komunal masih melekat. Untuk mencapai tujuan kemakmuran rakyat,
diperlukan campur tangan penguasa yang kompeten dalam urusan tanah.
Bila dipandang menurut sejarahnya di
Indonesia, menurut Purnadi Purbacaraka dan A. Ridwan Halim, hukum agraria
(tanah) dapat dibagi atas 2 (dua) fase, yakni fase pertama, dimana didalamnya
terdapat Hukum Agraria Adat dan Hukum Agraria Barat; fase kedua, dimana
didalamnya terdapat Hukum Agraria Sesudah Berlakunya UUPA. Dalam makalah ini
kami hanya akan membahas tentang hukum adat dan kedudukannya sesudah berlakunya
UUPA (mulai tanggal 24 September 1960).
B. PEMBAHASAN
Salah satu sejarah hukum tanah di
Indonesia sebelum berlakunya UUPA selain hukum agraria barat yaitu hukum tanah
adat. Yang didalamnya mengenal seperti hak ulayat, hak milikdan hak pakai. Lembaga
hukum tanah adat di atur dalam hukum adat. Hukum yang mengaturnyapun tidak
tertulis. Tanah adat ini umumnya tidak terdaftar maka jumlahnya hanyalah
sebagian kecil saja dari jumlah hak tanah yang ada, misalnya: tanah milik
perorangan yang sudah didaftarkan. Kalaupun pernah didaftarkan, pendaftarannya
itu hanyalah bertujuan untuk bukti setoran pajak yang telah dibayar oleh
pemiliknya (sebagai kohir atau kutir). Jadi secara yuridis bukan sebagai hak.
Pembuktian hak atas tanah itu berdasarkan atas kesaksian. Di lingkungan hukum
adat, campur tangan penguasa dilakukan oleh kepala berbagai persekutuan hukum.
1. Hak atas tanah adat.
Hak atas tanah adat menurut hukum adat sebelum berlakunya UUPA:
a. Hak Ulayat.
Hak Ulayat ialah hak atas tanah yang di
pegang oleh seluruh anggota masyarakat hukum adat secara bersama-sama
(komunal).5 Hak ulayat juga dinamakan hak purba. Menurut Iman Sudiyat, hak
purba ialah hak yang dipunyai oleh suatu suku, sebuah serikat desa-desa
(dorpenbond) atau biasanya oleh sebuah desa saja untuk menguasai seluruh tanah
seisinya dalam lingkungan wilayahnya.
Dengan hak ulayat ini, masyarakat hukum
adat yang bersangkutan menguasai tanah tersebut secara menyeluruh. Tetapi dalam
konsepsi hak ulayat yang bersifat komunal pada hakikatnya tetap terdapat juga
hak anggota masyarakat yang bersangkutan untuk secara perorangan menguasai
sebagian dari objek penguasaan hak ulayat tersebut secara tertentu (dengan
menggunakan tanda-tanda tertentu) agar diketahui para anggota lainya
semasyarakat dalam waktu yang tertentu pula.
b. Hak Perorangan.
Menurut Iman Sudiyat, hak perorangan yaitu
suatu hak yang diberikan kepadaa warga desa ataupun orang luar atas sebidang
tanah yang berada di wilayah hak purba (ulayat) persekutuan hukum yang
bersangkutan.
Jenis-jenis hak perorang ada 6, yaitu:
1). Hak milik, hak yasan (inlands bezitrecht).
2). Hak wenang pilih, hak kinacek, hak mendahului (voorkeursrecht).
3). Hak menikmati hasil (genotrecht).
4). Hak pakai (gebryiksrecht), dan hak menggarap/
mengolah (ontiqinningsrecht).
5). Hak imbalan jabatan (ambtelijk profijt recht).
6). Hak wenang beli (naastingsrecht)
Menurut Purnadi Purbacaraka dan A. Ridwan Halim, hak perorangan ada 2,
yaitu:
1). Hak milik.
Hak milik
(adat) atas tanah ialah suatu hak atas tanah yang di pegang oleh perorangan
atas sebidang tanah tertentu yang terletak di dalam wilayah hak ulayat
masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Contohnya tanah yang dikuasai dengan
hak milik dalam hukum adat itu berupa sawah, dan beralih turun temurun.
Di dalam hak milik ada:
a). Intensitas dan batasnya
Hak milik merupakan hak terkuat diantara
hak perorangan. Pemilik tanah yang berhak penuh atasnya itu hars menghormati:
(1). Hak ulayat persekutuan hukumnya.
(2). Kepentingan para pemilik tanah lainnya.
(3). Peraturan-peraturan hukum, inklusif hukum adat.
b). Cara memperolehnya.
(1). Membuka tanah hutan/ tanah belukar.
(2). Mewaris tanah.
(3). Menerima tanah karena pembelian, penukaran, hadiah.
(4). Daluarsa (verjariny).11
2). Hak pakai.
Hak pakai (adat) atas tanah ialah suatu
hak atas tanah menurut hukum adat yang telah memberikan wewenang kepada
seseorang tertentu untuk memakai sebidang tertentu bagi kepentingannya.
Biasanya tanah yang dikuasai dengan hak pakai dalam hukum adat itu berupa
ladang.12
2. Pengaruh hubungan hak ulayat dengan
hak perorangan.
Dimana hak purba (ulayat) persekutuan
hukum menipis, disitu ahli waris dari pemilik tanah yang meninggal, selalu
mendapat hak milik atas tanah itu sebagai warisan. Kesemuanya itu, tergantung
kepada isi hukum adat di masing-masing wilayah. Apakah tanah warisan itu akan
lekas-lekas di bagi-bagi diantara para ahli waris ataukah dipertahankan
keutuhannya untuk sementara waktu.
Dimana hak purba (ulayat) persekutuan
hukum masih kuat, disitu terdapat peraturan istimewa mengenai hak warisan atas
tanah. Juga di wilayah dengan hak purba (ulayat) yang sudah kurang kuat, ada
kalanya masih terdapat peraturan istimewa itu. Misalnya: Jawa Barat, hak milik
atas sebidang tanah kasikepan diwaris oleh anak laki-laki kedualah yang
mewaris, begitulah seterusnya.
Dalam pembagian tanah pekulen di beberapa
wilayah di Jawa Pusat seperti Klaten dan Purwokerto, dilakukan dalam suatu
putusan desa. Mahkamah Agung Indonesia dalam putusannya tanggal 8 Januari 1958
No.307/K/Sip./1958 menentukan: putusan desa itu harus dipandang suatu
persetujuan desa tentang pemindahan hak atas tanah pekulen dan oleh karenaitu
tidak merupakan suatu putusan yang takluk kepada suatu pemeriksaan lebih
lanjut, dengan kemungkinan dapat dibatalkan. Dengan demikian maka pengadilanpun
tidak dapat dibatalkan. Dengan demikian maka pengadilanpun tidak dapat
membatalkan desa tersebut.
3. Hubungan hak ulayat dengan hak
perorangan.
Di berbagai bagian Hindia Belanda terdapat
lingkungan-lingkungan hak ulayat yang satu sama lain dipisahkan oleh
wilayah-wilayah tak bertuan yang luas. Dibagian lain terdapat wilayah-wilayah
yang disitu hampir tak ada sebidang tanahpun yang termasuk dalam hak ulayat.
Hak ulayat ini di tempat yang satu masih kuat, sedang di tempat lain sudah
lemah. Dan gejala yang bersifat umum ialah:semakin maju dan bebas penduduk
dalamusaha-usaha pertaniannya, semakin lemahlah hak ulayat itu dengan sendirinya.
Akhirnya jika hak ulayat itu sudah lemah sama sekali. Maka dengan sendirinya
hak perorangan (hak milik bumi putera) akan berkembang dengan pesatnya.
4. Pengaruh terhadap hukum tanah adat.
Faktor-faktor extern yang mempengaruhi
hukum tanah adat, datangnya dari:
a. Raja-raja.
1). Yang merusak.
Ini
terutama menimpa persekutuan-persekutuan hukum yang terletak di wilayah sekitar
pusat kerajaan, di lingkungan wilayah kediaman raja-raja dan kaum bangsawan.
Pengaruh itu berupa:
a). Penggantian kepala-kepala persekutuan hukum.
b). Pengambil alihan tanah persekutuan hukum oleh raja.
c). Pemberian hak kepada wangsa atau pegawai raja untuk memungut pajak
persekutuan-persekutuan hukum, yang sebenarnya harus dipungut oleh raja.
2). Yang memperkuat: pengaruh ini bermanifestasi dalam.
a). Penguatan susunan organisasi persekutuan-persekutuan hukum yang
terletak diluar wilayah negaragung, di lingkungan periferi kerajaan jauh dari
wilayah kediaman raja-raja, agar kewajiban menyetor pajak dan mengerahkan
tenaga pekerja (untuk keperluan “kerig-aji”) dapat ditunaikan sebaik-baiknya.
b). Pembentukan “desa perdikan”.
b. Pengaruh pemerintah kolonial.
Pengaruh pemerintah kolonial terhadap hukum
tanah adat pada umunya dan hak ulayat pada khususnya ternyata dari yindakannya
dalm politik agrarianya. Yang terpenting adalah:
1). Pajak bumi (landrent) dari Raffles.
2). Cultuursteel dari Gubernur- Jenderal Van den Bosch.
3). Agrarische Wet, Agrarisch Beslut, Domeinverklaring.
4). Verveemdingsverbod (S. 1875-179).
5. Kedudukan hukum tanah adat dalam UUPA
Mengenai
hak ulayat itu dijelaskan dalam pasal 5 UUPA sebagai berikut: hukum agraria
yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional dan segala yang berdasarkan atas
persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan
yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan
lainnya. Segala sesuatu yang mengindahkan unsur-unsur yang berdasarkan hukum
agama.
Maka
ini berarti: berdasarkan hak ulayat yang bersumberkan hukum adat ini,
masyarakat hukum yang bersangkutan tidak boleh menghalangi pemberian hak guna
usaha yang hendak dilakukan oleh pemerintah. Seperti pembukaan hutan secara
besar-besaran dan teratur dalam rangka proyek-proyek besar untuk penambahan
bahan makanan dan transmigrasi, dengan kata lain: kepentingan suatu masyarakat
hukum harus tunduk kepada kepentingan nasional dan negara.
Hak
milik adat sudah tidak ada lagi dan pindah ke UUPA agraria.17 Tetapi dalam
kenyataannya, masyarakat adat, seperti suku-suku pedalaman, belum terjangkau
hukum. Hak milik dalam UUPA pasal 20 diartikan sebagai hak yang turun menurun,
hak terpenuh dan hak terkat. Hak terkuat adalah hak tertinggi di bandingkan
dengan hak-hak yang ada. Dalam pasal 6 UUPA, hak milik mempunyai fungsi sosial.
Hak milik tersebut sekarang disebut hak milik agraria (dimana hak tersebut
berasal dari hak milik adat). Fungsi sosial mengandung arti bahwa: hak milik
tersebut harus dipergunakan sesuai dengan maksud pemilihan benda tersebut. Jadi
harus di gunakan. Misalnya: A mempunyai tanah untuk membangun rumah.
Hak
milik, diskonversi prinsipnya, tetapi kenyataannya tidak demikian, karena harus
dilihat dulu daerahnya. Hak milik di dalam kata umumnya dijadikan hak guna
bangun. Jadi bergantung benar pada peraturan pemerintah daerah setempat
sehubungan dengan fungsi sosial. Barang-barang yang dimaksud menurut pasal 570
KHU Perdata bumi dan isinya, salah satunya adalah benda-benda tak
bergerak berupa tanah dan bangunan diatasnya.18
C. KESIMPULAN.
1. Hukum tanah adat sudah tidak
dipakai lagi, diganti dengan UUPA.Tetapi masih
sebagian masyarakat menggunakannya sampai
saat ini.
2. Dari hak ulayat, diketahui
bahwa bangsa Indonesia memang mengutamakan
kebersamaan dan gotong royong.
3. Hak milik adat saat ini tidak
ada, yang ada adalah hak milik dari UUPA.
DAFTAR PUSTAKA
Purbacaraka, Purnadi dan A. Ridwan Halim. Sendi-Sendi Hukum Agraria. Cet-2.
1985. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sudiyat, Iman. Hukum Adat Sketsa Asas. Cet-IV. 2000. Yogyakarta: Liberty.
Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Perdata tentang Hak-hak Atas Benda. Cet-2.
1960. Jakarta: Soeroengan.
Sapoetra, G. Karta dan R.G. Karta Sapoetra. Pembahasan Hukum Benda hipotek
Hukum Waris. Cet-2. 1994. Jakarta: Bumi Aksara.
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asa-Asas Hukum Adat. Cet-XIV. 1995.
Jakarta : PT Gunung Agung.
Mau DOWNLOAD filenya Klik Disini
Mau DOWNLOAD filenya Klik Disini
0 Response to "Makalah Hukum Tanah Dalam Masyarakat Adat"
Post a Comment