BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BALAKANG
Negara Indonesia, dijelaskan dalam pasal 18B ayat 1 UUD
1945, mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa. Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang
merupakan bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang memiliki
keragaman suku dan lebih dari 250 (dua ratus lima puluh) bahasa daerah serta
dihuni juga oleh suku-suku lain di Indonesia.
Keputusan politik penyatuan Papua menjadi bagian dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia pada hakikatnya mengandung cita-cita luhur.
Namun kenyataannya berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan yang sentralistik belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum
sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya
mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan
penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Provinsi Papua, khususnya
masyarakat Papua. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya kesenjangan pada
hampir semua sector kehidupan, terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan,
ekonomi, kebudayaan dan sosial politik.2 Pelanggaran HAM, pengabaian hak-hak
dasar penduduk asli dan adanya perbedaan pendapat mengenai sejarah penyatuan Papua
ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah masalah-masalah yang perlu
diselesaikan. Upaya penyelesaian masalah tersebut selama ini dinilai kurang
menyentuh akar masalah dan aspirasi masyarakat Papua, sehingga memicu berbagai
bentuk kekecewaan dan ketidakpuasan.
Momentum reformasi di Indonesia memberi peluang bagi
timbulnya pemikiran dan kesadaran baru untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan besar bangsa Indonesia dalam menata kehidupan berbangsa dan
bernegara yang lebih baik. Sehubungan dengan itu, Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia menetapkan perlunya pemberian status Otonomi Khusus
kepada Provinsi Irian Jaya sebagaimana diamanatkan dalam Ketetapan MPR RI Nomor
IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004 Bab IV
huruf (g) angka 2. Dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi
Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, yang antara lain menekankan
tentang pentingnya segera merealisasikan Otonomi Khusus tersebut melalui
penetapan suatu undang-undang otonomi khusus bagi Provinsi Irian Jaya dengan
memperhatikan aspirasi masyarakat. Hal ini merupakan suatu langkah awal yang
positif dalam rangka membangun kepercayaan rakyat kepada Pemerintah, sekaligus
merupakan langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang kukuh bagi
berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya penyelesaian masalah-masalah
di Provinsi Papua.
B. PERUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalah yang kami ambil adalah :
1. Apa yang dimaksud otonomi khusus papua?
2. Apa yang di maksud nilai-nilai dasar dari otonomi khusus papua?
3. Bagaimana garis-garis besar pokok pikiran otonomi khusus papua?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN OTONOMI KHUSUS PAPUA
Istilah “otonomi” dalam Otonomi Khusus haruslah
diartikan sebagai kebebasan bagi rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri
sendiri, sekaligus pula berarti kebebasan untuk berpemerintahan sendiri dan
mengatur pemanfaatan kekayaan alam Papua untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat Papua dengan tidak meninggalkan tanggung jawab untuk ikut serta
mendukung penyelenggaraan pemerintahan pusat dan daerah-daerah lain di
Indonesia yang memang kekurangan. Hal lain yang tidak kalah penting adalah
kebebasan untuk menentukan strategi pembangunan sosial, budaya, ekonomi dan
politik yang sesuai dengan karakteristik dan kekhasan sumberdaya manusia serta
kondisi alam dan kebudayaan orang Papua.
Hal ini penting sebagai bagian dari pengembangan jati
diri orang Papua yang seutuhnya yang ditunjukan dengan penegasan identitas dan
harga dirinya – termasuk dengan dimilikinya simbol-simbol daerah seperti lagu,
bendera dan lambang. Istilah “khusus” hendaknya diartikan sebagai perlakuan
berbeda yang diberikan kepada Papua karena kekhususan yang dimilikinya.
Kekhususan tersebut mencakup hal-hal seperti tingkat sosial ekonomi masyarakat,
kebudayaan dan sejarah politik. Dalam pengertian praktisnya, kekhususnya
otonomi Papua berarti bahwa ada hal-hal berdasar yang hanya berlaku di Papua
dan mungkin tidak berlaku di daerah lain di Indonesia, dan ada hal-hal yang
berlaku di daerah lain yang tidak diterapkan di Papua.
B. NILAI-NILAI DASAR OTONOMI KHUSUS PAPUA
Dalam rangka mewujudkan terpenuhi hak dan kewajiban
dasar rakyat Papua, Rancangan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua dikembangkan
dan dilaksanakan dengan berpedoman pada sejumlah nilai-nilai dasar. Nilainilai
dasar ini bersumber dari adat istiadat rakyat Papua, nasionalisme yang4
bertumpu pada prinsip-prinsip manusia universal, dan penghormatan akan
demokrasi dan hak-hak asasi manusia. Karena itulah, nilai-nilai dasar yang
dimaksudkan merupakan prinsip-prinsip pokok dan suasana kebatinan yang melatar
belakangkangi penyusunan kerangka dasar Rancangan UndangUndang Otonomi Khusus
Provinsi Papua yang selanjutnya diharapkan akan berfungsi sebagai pedoman dasar
bagi pelaksanaan berbagai aspek Otonomi Khusus Papua di masa mendatang. Ada
tujuh butir Nilai-nilai Otonomi Khusus Papua. Nilai-nilai dasar yang dimaksud
adalah :
1. Perlindungan terhadap Hak-hak Dasar Penduduk Asli Papua
2. Demokrasi dan Kedewasaan Berdemokrasi
3. Penghargaan tehadap Etika dan Moral
4. Penghargaan terhadap Hak-hak Asasi Manusia
5. Penegakan Supremasi Hukum
6. Penghargaan terhadap Pluralisme
7. Persamaan kedudukan, hak dan kewajiban sebagai warga negara
C. Garis-garis Besar Pokok
Pikiran Otonomi Khusus Papua
Garis-garis besar pokok pikiran merupakan kerangka dasar
yang dimasukan kedalam Undang-undang Otonomi Khusus Papua. Pokok-pokok pikiran
tersebut dikembangkan dengan memadukan nilai-nilai dasar pelaksanaan Otonomi
Khusus Papua dengan pendekatan-pendekatan yang perlu dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan riil dan mendasar rakyat Papua dalam pengertian yang
seutuhnya dan seluas-luasnya. Garis-garis Besar Pokok pikiran tersebut meliputi
aspek-aspek berikut ini :
1. Pembagian kewenangan antara pemerintah antara pusat dan provinsi
papua
2. Pembagian Daerah Provinsi Papua
3. Pembagian Kewenangan Dalam Provinsi Papua
4. Perlindungan Hak-Hak Adat Penduduk Asli
5. Bendera, Lambang dan Lagu
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Pembagian kewenangan antara pemerintah antara pusat dan provinsi papua
Salah satu inti pelaksanaan Otonomi Khusus Papua adalah
pembagian kewenangan pemerintah antara Pusat dan Provinsi Papua. Pembagian kekuasaan
dan kewenangan ini bukan semata-mata sebagai konsekuensi pemberian status
otonomi khusus, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah pelaksanaan
prinsip-prinsip demokratisasi penyelenggaraan negara dengan memberikan
kesempatan sebesar-besarnya kepada rakyat dan daerah untuk mengatur dan mengurus
dirinya sendiri secara nyata. Pendekatan seperti ini akan memungkinkan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan menjadi lebih relevan, efesien,
efektif dan tetap sasaran. Dalam kaitannya itulah perlu ditetapkan dengan jelas
hal-hal apa saja yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan Provinsi Papua.
2. Pembagian Kewenangan Dalam Provinsi Papua
a. Otonomi di dalam Provinsi Papua
Pembagian kekuasaan (sharing of power) dalam konteks
Otonomi Khusus Provinsi Papua tidak saja menyangkut hubungan pusat dan daerah,
tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana kekuasaan dan kewenangan
itu dibagi secara baik di dalam Provinsi Papua sendiri. Dalam kaitan itu,
otonomi khusus Papua berarti bahwa ada hubungan hirarkis antara pemerintahan
tingkat provinsi dan kabupaten/kota, namun pada saat yang sama provinsi,
kabupen/kota dan kampung masing-masing adalah daerah otonomi yang memiliki
kewenangannya sendiri-sendiri.
Prinsip yang dianut adalah bahwa kewenangan perlu
diberikan secara proposional ke bawah, terutama untuk berbagai hal yang
langsung berkaitan dengan masyarakat. Hal ini konsiten dengan salah satu
prinsip dasar otonomi yaitu menempatkan sedekat-dekatnya penyelenggaran pemerintahan
dan pembangunan ke subjek, yaitu rakyat. Karena itu, di dalam konteks Otonomi
Khusus Provinsi Papua, fungsi-fungsi pengaturan pengaturan berada di tingkat
Provinsi sedangkan fungsi-fungsi dan kewenangan pelayanan masyarakat diberikan
sebesar-besarnya kepada kabupaten/kota dan kampung.
b. Pembagian Kewenangan yang Tegas antara Badan-badan Legislatif,
Eksekutif dan Yudikatif
Untuk menyelenggarakan pemerintahan yang demokratis,
profesional dan bersih, dan sekaligus memiliki ciri-ciri kebudayaan dan jati
diri rakyat Papua, serta mengakomodasikan sebanyak mungkin kepentingan penduduk
asli Papua, perlu dibentuk empat badan/lembaga, yaitu :
1. Lembaga Eksekutif (Bagian Ketiga UU No.21 tahun 2001) Lembaga ini
di tingkat provinsi dipimpin oleh seorang gubernur dan di tingkat
Kabupaten/kota dipimpin oleh Bupati atau Walikota. Gubernur, Bupati dan Walikota
dipilih oleh Lembaga Legislatif. Lembaga Eksekutif berfungsi untuk melaksanakan
tugas-tugas pemerintahan. Gubernur dipilh oleh Lembaga Legislatif. Kewajiban,
Tugas dan wewenang seorang Gubernur (pasal 14 dan 15 UU No. 21 tahun 2001
tentang Propinsi Papua)
1. Kewajiban Gubernur adalah :
memegang teguh Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945; mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia serta memajukan demokrasi;
menghormati kedaulatan
rakyat;
menegakkan dan melaksanakan seluruh
peraturan perundangundangan;
meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan rakyat;
mencerdaskan kehidupan rakyat
Papua;
memelihara ketenteraman dan
ketertiban masyarakat;
mengajukan Rancangan
Perdasus, dan menetapkannya sebagai Perdasus bersama-sama dengan DPRP setelah
mendapatkan pertimbangan dan persetujuan MRP;
mengajukan Rancangan Perdasi
dan menetapkannya sebagai Perdasi bersama-sama dengan DPRP; dan
menyelenggarakan pemerintahan
dan melaksanakan pembangun-an sesuai dengan Pola Dasar Pembangunan Provinsi
Papua secara bersih, jujur, dan bertanggung jawab.
2. Tugas dan wewenang Gubernur selaku wakil Pemerintah adalah:
·
Melakukan koordinasi,
pembinaan, pengawasan dan memfasilitasi kerja sama serta penyelesaian
perselisihan atas penyelenggaraan pemerintahan antara Provinsi dan
Kabupaten/Kota dan antara Kabupaten/Kota;
·
Meminta laporan secara berkala
atau sewaktu-waktu atas penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota
kepada Bupati/Walikota;
·
Melakukan pemantauan dan
koordinasi terhadap proses pemilihan, pengusulan pengangkatan, dan
pemberhentian Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota serta penilaian
atas laporan pertanggungjawaban Bupati/Walikota;
·
Melakukan pelantikan
Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota atas nama Presiden;
·
Menyosialisasikan kebijakan
nasional dan memfasilitasi penegakan peraturan perundang-undangan di Provinsi
Papua;
·
Melakukan pengawasan atas
pelaksanaan administrasi kepegawaian dan pembinaan karier pegawai di wilayah
Provinsi Papua;
3. Perlindungan Hak-Hak Adat Penduduk Asli
Salah satu pokok permasalahan yang dihadapi selama ini
di Papua adalah dilanggarnya hak-hak adat penduduk asli. Ada tiga hal pokok
yang yang terkait dengan hal tersebut, yaitu :
a. Dilanggarnya hak-hak adat penduduk asli Papua dalam kaitannya
dengan eksploitasi sumber daya alam.
b. Diabaikannya hak-hak adat penduduk asli dalam kaitannya dengan representasi
penduduk asli Papua dalam badan-badan perwakilan rakyat.
c. Diabaikannya atau kurang diperhatikannya, keputusan-keputusan
yang diambil oleh peradilan adat oleh badan-badan Yudikatif Negara. Keadaan ini
merupakan salah satu faktor utama penyebab timbulnya berbagai ketimpangan
sosial dan bahkan perlawanan sosial yang ditunjukkan oleh rakyat Papua yang
tidak jarang dihadapi dengan kekerasan senjata oleh aparat negara. Maka didalam
Otonomi Khusus Papua, hak-hak penduduk asli Papua ditempatkan pada posisi yang
wajar dan terhormat. Hak-hak adat itu mencakup :
[1]
Hak milik perorangan dan hak milik bersama (hak ulayat) atas tanah, air atau laut
pada batas-batas tertentu, serta hutan, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya.
[1]
Hak-hak dalam bidang kesenian maupun hak-hak yang terkait dengan sistem
pengetahuan dan teknologi yang dikembangan oleh masyarakat asli Papua, misalkan
obat-obat tradisional dan yang sejenisnya.
[1]
Hak untuk memberikan pertimbangan kepada Parlemen Provinsi ataupun badan
pemerintahan terkait dengan perlindungan hak-hak peduduk asli Papua.
[1]
Hak memperhatikan dan menyalurkan aspirasi. Dan hak-hak yang lainnya yang harus
diberikan perlindungan oleh pemerintahan Daerah/Provinsi maupun pemerintahan
Negara.
4. Bendera, Lambang dan Lagu Bendera, lambang dan lagu
sebagaimana yang diusulkan oleh rakyat Papua untuk
dimasukkan ke dalam RUU Otonomi Khusus Papua perlu dilihat dalam konteks
kebudayaan dan bukan persoalan politik negara. Dalam konteks kebudayaan seperti
ini, bendera, lambang, dan lagu merupakan simbol identitas daerah dan simbol
kebesaran, keagungan dan keluhuran jati diri orang Papua. Simbol-simbol itu
diyakini sebagai perekat rakyat Papua dan sekaligus sebagai stimulan untuk
memotifasi rakyat Papua agar terus bahu membahu dan bekerja sama untuk mencapai
cita-cita kesejahteraan bersama.
Provinsi Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai
panji kebesaran dan simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Papua dalam
bentuk bendera daerah dan lagu daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian yang terdapat dalam Bab Pembahasan, maka dapat disimpulkan
menjadi beberapa poin, yaitu :
Bahwa Otonomi Khusus Papua adalah kebebasan bagi rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri, sekaligus pula berarti kebebasan untuk berpemerintahan sendiri dan mengatur pemanfaatan kekayaan alam Papua untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Papua dengan tidak meninggalkan tanggung jawab untuk ikut serta mendukung penyelenggaraan pemerintahan pusat dan daerah-daerah lain di Indonesia yang memang kekurangan, dan diberikannya perlakuan yang berbeda karena kekhususan yang dimilikinya.
Dalam Otonomi Khusus di Papua terdapat Nilai-nilai Dasar yang bersumber dari adat istiadat rakyat Papua, nasionalisme yang bertumpu pada prinsip-prinsip manusia universal, dan penghormatan akan demokrasi dan hak-hak asasi manusia. 7 butir nilai dasar otonomi Papua
1. Perlinduan hak-hak dasar penduduk asli papua
2. Demokrasi dan kedewasaan berdemokrasi
3. Penghargaan terhadap etika dan moral
4. Penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia
5. Supremasi hukum
6. Penghargaan terhadap plurarisme
7. Persamaan kedudukan, dan kewajiban sebagai warga negara
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-undang No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Papua.
Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Sumule Agus. Mencari Jalan Tengah Otonomi Khusus Papua. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. 2003.
Syarifin, Pipin, S.H.,M.H. Jubaedah, Daedah, Dra. M.Si, Pemerintah Daerah
Indonesia. Pustaka Setia. Bandung. 2005.
Mau DOWNLOAD filenya Klik Disini
Mau DOWNLOAD filenya Klik Disini
0 Response to "Makalah Otonomi Khusus Papua"
Post a Comment